Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

Berita untuk Anda

Membuat Sekolah Senyaman Rumah

Sekolah Senyaman Rumah - Pernahkah kita mendengar seorang anak berkata bahwa ia bosan bersekolah? Atau mungkin kita sesekali juga pernah merasakan hal yang sama? Merasa sangat jenuh untuk berlama-lama berada di sekolah? Lalu benar-benar merasa bahagia ketika bel pulang sekolah berdering.

Bagi beberapa orang, hal ini mungkin dianggap sebagai suatu kewajaran. Tapi jika ditelisik lagi, sebenarnya fenomena kebosanan jenis ini adalah hal yang cukup serius, khususnya bagi perkembangan dan kemajuan dunia pendidikan kita.

Sekolah Impian

Sejatinya tujuan utama didirikan sekolah adalah sebagai sarana kegiatan belajar mengajar bagi anggota masyarakat, dalam hal ini para siswa. Di sekolah anak-anak bertemu dengan gurunya, membaca buku, mengikuti pelajaran dan berinteraksi dengan teman sebayanya. Jikalau seorang anak merasa bosan berada di sekolah, sangat mungkin proses belajar mengajar pun menjadi tidak maksimal.

Faktor internal dan eksternal

Ada banyak faktor yang membuat anak merasa bosan di sekolah. Faktor tersebut bisa berasal dari dalam anak sendiri ataupun juga dari luar. Faktor yang berasal dari dalam anak (faktor internal) diantaranya adalah perbedaan inteligensia anak. 

Ada beberapa anak yang merasa bosan dengan kegiatan belajar di sekolah karena merasa sudah paham dan mengerti tentang tersebut. Anak-anak seperti ini, selain merasa jenuh dengan proses belajar yang ada, juga sering terlihat kesulitan untuk bergaul dengan teman-teman sebayanya.

Tapi di pihak lain ada juga anak yang memang tidak menyukai kegiatan akademis di sekolah. Mungkin karena IQ atau sisi psikis si anak. 

Untuk kasus tersebut  pihak  manajemen sekolah semestinya bisa mendeteksi sejak awal untuk kemudian berkonsultasi dengan pihak terkait atau yang lebih berkompeten, seperti konsultan pendidikan dan dinas pendidikan agar si anak segera mendapat solusi.

Untuk kasus seperti ini, hanya ada dua kemungkinan solusi: memindahkan anak ke sekolah khusus atau mengadopsi kurikulum dan instrumen yang sesuai dengan kebutuhan anak di sekolah tersebut.

Hal ini dimaksudkan agar bakat anak tetap dapat berkembang secara maksimal.

Hal lain yang termasuk faktor internal adalah gaya belajar anak yang berbeda-beda. ada anak dengan gaya belajar individualis, tentu akan sangat kesulitan ketika guru memberikan pembelajaran dengan sistem diskusi atau team work.

Begitupula dengan anak yang suka belajar dengan cukup membaca modul atau buku, pasti merasa proses belajar terlalu lambat, jika guru terus mengulang-ulang. Untuk itu dibutuhkan keterampilan dan penguasaan yang cukup dari guru dalam memahami kelas. 

Guru tetap dapat memberikan tugas kelompok, tetapi dengan menempatkan si individualis sebagai presentator utama atau pencari bahan. Karena sejatinya sekolah adalah tempat untuk membangun fondasi dan bekal yang cukup bagi siswa setelah lulus dan beradaptasi dengan lingkungan. untuk itulah  sekali lagi keterampilan guru dalam memahami karakter siswanya sangat dibutuhkan, untuk selanjutnya memilih metode yang tepat. 

Selain faktor internal, rasa bosan pada anak juga dapat datang dari faktor luar atau yang sering disebut faktor eksternal.

Faktor ini bisa disebabkan oleh kurikulum sekolah yang terlalu kaku dan hanya berorientasi pada tugas, ulangan serta nilai, ruang kelas yang terlalu bernuansa formal dan atau rutinitas sekolah yang monoton dan menjemukan.

Ibarat makanan, pizza paling enak pun akan terasa membosankan bila harus dimakan setiap hari. 

Untuk faktor ekseternal ini, sebenarnya pihak sekolah dapat mengatasinya, dengan catatan jika mereka (pihak sekolah) mau sedikit “bersusah payah” untuk melakukan beberapa modifikasi kecil. Modifikasi tersebut dapat dirancang dan diaplikasikan dengan tujuan membuat sekolah menjadi lebih nyaman, senyaman rumah sendiri bagi anak-anak. 

Mengapa rumah? karena di rumahlah anak-anak menghabiskan sebagian besar waktunya sehari-hari. Di rumah pula anak-anak merasa bebas dan nyaman. Bahkan bisa dikatakan prosesi “pulang kerumah” adalah prosesi paling ditunggu oleh anak-anak. Jika sekolah mampu melakukan modifikasi terbut, bukan tidak mungkin anak menganggap sekolah juga sebagai rumah mereka. Adapun beberapa modifikasi dan variasi yang dapat dilakukan 

1. Memperbanyak game center dan open area.

Bermain bagi seorang anak bukan hanya berarti melakukan apa yang ia sukai. Lebih dari itu, bermain sebenarnya dapat pula berguna untuk me-refresh tenaga dan pikiran anak, membuat anak lebih kreatif, meningkatkan kemampuan sosial anak, mengisi ulang tenaga, motivasi dan pikiran anak untuk dapat belajar lagi, serta sebagai sarana untuk merangsang berbagai potensi bawah sadar anak.

Seperti jika seorang anak dalam alam bawah sadarnya sangat bercita-cita menjadi seorang mekanik, maka sekolah dapat menyediakan berbagai permainan seperti bermain bentuk, konstruksi sederhana mobil-mobilan atau replika pesawat plastik maka anak akan terangsang secara tidak langsung untuk mengembangkan potensinya.

Game center dan open area ini bisa ditempatkan di sudut-sudut sekolah atau di dalam perpustakaan. Tempat ini juga bisa digunakan sebagai tempat untuk memajang dan memamerkan karya anak, sehingga bisa menumbuhkan rasa bangga pada anak. hal ini penting karena juga bisa mengajarakan anak mengenai nilai penghargaan, kepercayaan diri dan toleransi.

Pihak sekolah juga dapat memodifikasi ruangan ini sedemikian rupa sehingga desainnya seolah-olah bukan di sekolah, tapi di rumah sendiri. 

2. Brain-storming

Metode brainstorming sangat populer di dalam kultur pendidikan barat, khusunya Amerika Serikat, Kanada dan Inggris Raya.

Metode ini mengajak anak untuk melatih baik otak kanan maupun otak kiri mereka. metode ini juga dapat diartikan sebagai metode dengan melontarkan suatu masalah ke kelas oleh guru, kemudian siswa menjawab atau menyatakan pendapat, atau komentar sehingga mungkin masalah tersebut berkembang menjadi masalah baru, atau dapat diartikan pula sebagai satu cara untuk mendapatkan banyak ide dari sekelompok manusia dalam waktu yang singkat
(Roestiyah 2001: 73).

Dengan panduan guru, anak-anak dapat belajar sekaligus juga meregangkan otak mereka. brainstorming dapat dilakukan sebelum pelajaran atau pada saat jeda pelajaran, ketika kondisi kelas mulai menuju ke arah stagnasi. Diperlukan semacam sharing bagi para guru untuk dapat membagi tips-trik mereka dalam melakukan brainstorming.

Dengan metode ini diharap anak-anak tidak tegang, bahkan ketika menghadapi materi yang memang cukup sulit sekalipun. sebagai contoh dari kegiatan brainstorming yang biasa dilakukan oleh penulis adalah bermain “sutradara”. seorang guru dapat menceritakan sebuah kisah, tapi ia tidak menceritakan semuanya, lalu di tengah cerita, sang guru meminta setiap anak melanjutkan cerita tersebut, satu anak satu kalimat, tidak perlu dicatat, tapi dengan spontan. 

3. Meminimalisir hukuman fisik

Perkembangan dunia pendidikan memang cukup cepat. Kultur anak sekarang sangat berbeda dengan kultur pada era orang tua mereka. Untuk menghadapi hal ini pihak sekolah harus mengerti sepenuhnya, terutama dalam hal “ penalty”, atau pemberian hukuman.

Hukuman memang wajib dan diizinkan dilakukan atas dasar pelayanan pada anak. Tapi jenis hukuman itu sendiri juga harus dipertimbangkan dengan matang dan terencana. Jangan sampai guru terlalu sering melakukan hukuman, apalagi dalam bentuk fisik. Karena sejatinya, tidak ada satu anakpun yang ingin dihukum.

Peran biro konseling dalam sekolah harus lebih diaktifkan lagi. selain itu sebenarnya pihak sekolah dapat melakukan kontak dengan para wali murid secara rutin dan berkala, agar orang tua sendiri dapat mengikuti perkembangan anak mereka di sekolah.

Jangan sampai ada kesan orang tua menyerahkan sepenuhnya pendidikan anak pada sekolah, sehingga jika terjadi pelanggaran yang dilakukan oleh anak atau anak mengalami kesulitan mengikuti pelajaran, pihak orang tua lantas menyalahkan semua itu pada sekolah.  

4. Adanya kantin sekolah yang sehat dan variatif

Keberadaan kantin juga tak bisa dianggap remeh. Untuk sekolah yang mengadopsi sistem makan siang bersama, kantin harus di modifikasi sedemikian rupa agar jangan terlalu sempit, memungkinkan siswa untuk memilih duduk bersama siapa saja, dan menu yang variatif. Untuk hal menu, bisa diadakan semacam rapat antara manajemen sekolah dan siswa untuk memilih jadwal menu.

5. Media belajar yang komprehensif

Media belajar adalah salah satu faktor penting juga dalam sebuah pembelajaran. Pengguanaan media belajar yang komprehensif dan menyenangkan tanpa harus mengorbankan intisari materi pelajaran sangat didambakan pada sistem pendidikan kita yang masih terlihat konvensional.

Untuk itu kreativitas guru harus senantiasa digalakkan dan ditingkatkan , baik dengan memberikan waktu yang cukup untuk meningkatkan skill melalui berbagai seminar, ataupun mengundang tim ahli yang bisa berasal dari pihak swasta, perguruan tinggi dan praktisi-pengamat pendidikan untuk melakukan pembinaan dalam hal pembuatan media pembelajaran. .

6. Adanya waktu tidur siang

Di Jepang dan Prancis, ini sudah merupakan hal yang umum. Terutama untuk sekolah dengan sistem full day school, sebenarnya waktu tidur siang juga sangat bisa membantu. Dari seminar yang pernah diikuti penulis yang berjudul strategi pembelajaran yang menyenangkan, tidur siang dapat memberikan waktu yang cukup efektif untuk me-recovery otak siswa.  Diharapkan siswa dapat kembali segar dan siap untuk melakukan kegiatan belajar mengajar setelah mereka mengistirahatkan otak dan fisik mereka.

Sebenarnya masih banyak lagi hal bisa dilakukan agar sekolah menjadi lebih nyaman bagi anak. Kerja sama yang erat antara sekolah, anak dan wali murid juga harus senantiasa di tingkatkan.

Dengan membuat sekolah yang nyaman bagi anak, maka proses belajar mengajar pun akan lebih maksimal, sehingga diharapkan kemampuan anak dalam menyerap pelajaran pun dapat lebih baik lagi. (Adi Fun Learning)

2 komentar untuk "Membuat Sekolah Senyaman Rumah"