Bolehkah Memberi Hadiah Kepada Guru?
Kontroversi Memberi Hadiah Pada Guru - Bolehkah walimurid memberi hadiah kepada guru? Apakah hal ini akan mengganggu obyektifitas korps pendidik? Atau reward semacam ini diperbolehkan?
Salah satu pertanyaan usil yang muncul di beranda Quora saya adalah : 'Apakah memberi hadiah kepada guru akan mengganggu obyektifitas penilaian kepada siswa?'
Sekilas pertanyaan ini terlihat sepele, namun lebih dari itu, ini adalah sebuah tantangan sekaligus tamparan kepada sebagian oknum guru yang selama ini tanpa sadar melakukan subyektifitas penilaian karena hadiah-hadiah yang diterimanya.
Untuk menjawab pertanyaan ini, saya akan bersikap hati-hati. Mengapa? Karena pada dasarnya hal ini bukan hanya menyangkut subyektifitas vs obyektifitas, tapi sudah menyentuh ranah profesionalitas dan lebih dalam lagi : harga diri.
Memberi hadiah kepada guru atau orang yang dianggap berjasa adalah hal yang lumrah. Sejarah berungkali mencontohkan. Namun yang menjadi masalah, sejauh apa batasan dari hadiah tersebut?
Ada beberapa tipe walimurid dalam kasus ini. Saya harap Anda semua bisa menelaah secara bijak kategorisasi dari ini semua.
Pertama, walimurid yang memang berniat memberi hadiah agar nilai anaknya naik, sang buah hati mendapat perhatian lebih atau setidak-tidaknya terlindungi dari hal-hal yang dianggap mengancam.
Tentu tipe walimurid seperti ini memang ada. Namun harus hati-hati untuk bisa mengklasifikasikan walimurid seperti ini. Jangan asal memasukkan mama dari murid Anda kedalam golongan ini tanpa menelaah dan menganalisasi habit yang bersangkutan lebih jauh.
Kedua, walimurid yang tulus memberi tanpa berharap apapun. Tipe ini menyadari bahwa tugas guru sangat mulia dan pemberiannya bukan apa-apa, terlepas ia kaya atau berkekurangan.
Ketiga, yang terpaksa ikut-ikutan memberi hadiah karena malu dan sungkan alias pakewuh. All the parents do that jadi kalo dia ga ikut kaya semacam tekanan. Nah tipe yang ketiga ini yang harus jadi pertimbangan khusus.
Ingat, murid-murid kita berlatar-belakang beragam. Para guru harus menyadari hal tersebut. Terlebih dengan adanya fakta bahwa ketiga tipe tadi bisa memiliki tendensi berbeda.
Sebenarnya ketika menjadi guru, apapun yang terjadi, profesionalitas adalah harga mati. Termasuk jika para guru akhirnya bersedia menerima hadiah tersebut atau tidak.
Bagi guru profesional, ada yang menolak hadiah tersebut dengan pertimbangan yang sangat matang, antara lain :
1. Menghindari memberi harapan palsu.
2. Menjaga marwah seorang pendidik.
3. Tidak ingin terjebak oleh walimurid tipe 1.
4. Tidak ingin melahirkan walimurid tipe 3.
Hal ini memang sangat wajar terlebih jika guru tadi benar-benar paham latar belakang dari murid-muridnya, termasuk siswa yang ibu-bapaknya memberi hadiah atau teman-teman dari anak tersebut yang kebetulan juga hidup pas-pasan.
Ada beberapa sekolah yang tegas mengatur masalah pemberian hadiah. Beberapa lembaga melarang walimurid memberi hadiah dalam bentuk apapun. Ada yang mengijinkan namun memberi batasan tertentu. Tetapi ada yang tidak mengatur hal ini.
Hal ini sangat disayangkan. Seharusnya hal-hal seperti ini diatur oleh lembaga secara tegas, setidaknya dalam himbauan walau tidak tertulis. Mengapa demikian?
Jadi gini, kita sudah menyadari bahwa latar belakang setiap murid berbeda. Maka hadiah yang akan diterima sebagian guru juga akan berbeda.
Akan ada guru yang berkelimpahan hadiah tiap semesternya. Ada yang cuma melihat sambil iri. Tentu ini akan menimbulkan friksi, sekecil apapun itu. Dan Anda pasti sudah bisa menebak arah selanjutnya. Benar, sebuah bom waktu.
Secara formal, saya setuju jika ada lembaga yang menolak pemberian dari walimurid untuk guru. Ucapan terimakasih dan kepercayaan untuk bisa mengajar anak-anak mereka adalah hadiah terindah. Selain tentu saja salary.
Namun andaikanpun menerima, juga tak masalah, sejauh tetap diberi batasan atau telah diatur dalam suatu permufakatan tertentu. Ingat bom waktu tadi, khan?
Profesionalitas
Di dalam dunia industri 4.0 seperti sekarang ini, profesionalitas adalah harga mati. Termasuk di sekolah. Tanpanya, kualitas pembelajaran akan buruk.
Profesionalitas sendiri terbentuk salah satunya adalah dari keseimbangan antara hak dan kewajiban. Memang khususnya di sekolah swasta dan beberapa sekolah negeri (untuk guru non-pns), ada pendidik
Andaikata salary para guru seimbang dengan tugas mereka, pastilah hal ini tidak terlalu dipusingkan. Kecuali jika memang karakter yang bersangkutan gemar menerima hadiah.
Tetapi bagi guru non-pns yang bergaji di bawah UMR, hadiah kadang terasa seperti oase yang menyejukkan.
Tetap jaga obyektifitas
Nilai yang digoreskan guru di atas kertas putih milik siswa akan dibawa sampai selama-lamanya. Termasuk nilai dan karakter yang dipancarkan dari tingkah polah para insan mulia pemberi ilmu itu.
Menerima hadiah dari walimurid atau menolaknya, adalah sebuah keputusan yang bisa Anda pilih. Namun tetap berlaku obyektif adalah sebuah keharusan yang tidak bisa ditawar. Karena bukan hanya harga diri Anda taruhannya. Tetapi juga masa depan siswa-siswi Anda. Semoga artikel sederhana ini bermanfaat.(Adi Fun Learning)
Salah satu pertanyaan usil yang muncul di beranda Quora saya adalah : 'Apakah memberi hadiah kepada guru akan mengganggu obyektifitas penilaian kepada siswa?'
Sekilas pertanyaan ini terlihat sepele, namun lebih dari itu, ini adalah sebuah tantangan sekaligus tamparan kepada sebagian oknum guru yang selama ini tanpa sadar melakukan subyektifitas penilaian karena hadiah-hadiah yang diterimanya.
Untuk menjawab pertanyaan ini, saya akan bersikap hati-hati. Mengapa? Karena pada dasarnya hal ini bukan hanya menyangkut subyektifitas vs obyektifitas, tapi sudah menyentuh ranah profesionalitas dan lebih dalam lagi : harga diri.
hadiah untuk guru |
Memberi hadiah kepada guru atau orang yang dianggap berjasa adalah hal yang lumrah. Sejarah berungkali mencontohkan. Namun yang menjadi masalah, sejauh apa batasan dari hadiah tersebut?
Ada beberapa tipe walimurid dalam kasus ini. Saya harap Anda semua bisa menelaah secara bijak kategorisasi dari ini semua.
Pertama, walimurid yang memang berniat memberi hadiah agar nilai anaknya naik, sang buah hati mendapat perhatian lebih atau setidak-tidaknya terlindungi dari hal-hal yang dianggap mengancam.
Tentu tipe walimurid seperti ini memang ada. Namun harus hati-hati untuk bisa mengklasifikasikan walimurid seperti ini. Jangan asal memasukkan mama dari murid Anda kedalam golongan ini tanpa menelaah dan menganalisasi habit yang bersangkutan lebih jauh.
Kedua, walimurid yang tulus memberi tanpa berharap apapun. Tipe ini menyadari bahwa tugas guru sangat mulia dan pemberiannya bukan apa-apa, terlepas ia kaya atau berkekurangan.
Ketiga, yang terpaksa ikut-ikutan memberi hadiah karena malu dan sungkan alias pakewuh. All the parents do that jadi kalo dia ga ikut kaya semacam tekanan. Nah tipe yang ketiga ini yang harus jadi pertimbangan khusus.
Ingat, murid-murid kita berlatar-belakang beragam. Para guru harus menyadari hal tersebut. Terlebih dengan adanya fakta bahwa ketiga tipe tadi bisa memiliki tendensi berbeda.
Sebenarnya ketika menjadi guru, apapun yang terjadi, profesionalitas adalah harga mati. Termasuk jika para guru akhirnya bersedia menerima hadiah tersebut atau tidak.
Bagi guru profesional, ada yang menolak hadiah tersebut dengan pertimbangan yang sangat matang, antara lain :
1. Menghindari memberi harapan palsu.
2. Menjaga marwah seorang pendidik.
3. Tidak ingin terjebak oleh walimurid tipe 1.
4. Tidak ingin melahirkan walimurid tipe 3.
Hal ini memang sangat wajar terlebih jika guru tadi benar-benar paham latar belakang dari murid-muridnya, termasuk siswa yang ibu-bapaknya memberi hadiah atau teman-teman dari anak tersebut yang kebetulan juga hidup pas-pasan.
Ada beberapa sekolah yang tegas mengatur masalah pemberian hadiah. Beberapa lembaga melarang walimurid memberi hadiah dalam bentuk apapun. Ada yang mengijinkan namun memberi batasan tertentu. Tetapi ada yang tidak mengatur hal ini.
Hal ini sangat disayangkan. Seharusnya hal-hal seperti ini diatur oleh lembaga secara tegas, setidaknya dalam himbauan walau tidak tertulis. Mengapa demikian?
Jadi gini, kita sudah menyadari bahwa latar belakang setiap murid berbeda. Maka hadiah yang akan diterima sebagian guru juga akan berbeda.
Akan ada guru yang berkelimpahan hadiah tiap semesternya. Ada yang cuma melihat sambil iri. Tentu ini akan menimbulkan friksi, sekecil apapun itu. Dan Anda pasti sudah bisa menebak arah selanjutnya. Benar, sebuah bom waktu.
Secara formal, saya setuju jika ada lembaga yang menolak pemberian dari walimurid untuk guru. Ucapan terimakasih dan kepercayaan untuk bisa mengajar anak-anak mereka adalah hadiah terindah. Selain tentu saja salary.
Namun andaikanpun menerima, juga tak masalah, sejauh tetap diberi batasan atau telah diatur dalam suatu permufakatan tertentu. Ingat bom waktu tadi, khan?
Profesionalitas
Di dalam dunia industri 4.0 seperti sekarang ini, profesionalitas adalah harga mati. Termasuk di sekolah. Tanpanya, kualitas pembelajaran akan buruk.
Profesionalitas sendiri terbentuk salah satunya adalah dari keseimbangan antara hak dan kewajiban. Memang khususnya di sekolah swasta dan beberapa sekolah negeri (untuk guru non-pns), ada pendidik
Andaikata salary para guru seimbang dengan tugas mereka, pastilah hal ini tidak terlalu dipusingkan. Kecuali jika memang karakter yang bersangkutan gemar menerima hadiah.
Tetapi bagi guru non-pns yang bergaji di bawah UMR, hadiah kadang terasa seperti oase yang menyejukkan.
Tetap jaga obyektifitas
Nilai yang digoreskan guru di atas kertas putih milik siswa akan dibawa sampai selama-lamanya. Termasuk nilai dan karakter yang dipancarkan dari tingkah polah para insan mulia pemberi ilmu itu.
Menerima hadiah dari walimurid atau menolaknya, adalah sebuah keputusan yang bisa Anda pilih. Namun tetap berlaku obyektif adalah sebuah keharusan yang tidak bisa ditawar. Karena bukan hanya harga diri Anda taruhannya. Tetapi juga masa depan siswa-siswi Anda. Semoga artikel sederhana ini bermanfaat.(Adi Fun Learning)
guru memang pahlawan tanda jasa, artikel ini sangat membantu dan membuka pikiran kepada semua para siswa, bahwa kado yang terbaik untuk guru adalah doa,,,,terimakasih untuk artikelnya, sangat bermanfaat,,
BalasHapusSebuah konsep dan pernyataan yang bikin adem. Salam edukasi...
HapusWah. Keprofesionalan para pengajar emang diuji disini ya.. serba salah jadinya..
BalasHapusKadang memang sulit untuk bersikap....
HapusTernyata pilihan para guru untuk menerima hadiah dari wali murid sangat sulit juga ya, biasanya emang karena ada banyak faktor² yang menyebabkannya, seperti contoh di atas, ingin mendapat perhatian lebih dll.
BalasHapusMakasih informasinya 👌
Terima kasih sudah membaca dan berkomentar. Iya terkadang memang demikian.
Hapus